Kamis, 26 Maret 2009

NICOPUCINO PRIMETIME : Welcome To The Jungle ......



Welcome To The Jungle ......
Oleh : Nico Surya



Ini bukan perjalanan rekreasi. Tapi ini perjalanan yang membawa misi. Misi tentang pembelajaran hidup. Penggalan dari masa lalu. Hmm, hutan yang aku masuki bisa jadi hutan wisata yang sejuk dan indah. Banyak pohon besar yang unik dan langka. Banyak pula tumbuhan hijau yang segar dan berkhasiat. Burung-burung berkicau dengan riangnya. Ikan-ikan menari ditelaga yang bening. Sementara airnya mengalir menyusuri sungai yang meliuk jauh entah kemana. Ada air terjunnya juga. Ada sekelompok rusa yang asik berkejaran dipadang rumputnya. Hmmm, tidak heran jika banyak para petualang yang terpikat untuk memasuki hutan ini. Sekadar ingin berkunjung atau bahkan sengaja untuk menjajal hasrat petualangan mereka ...


Sebenarnya pesona ini telah terdengar sejak beberapa musim terakhir. Aku pernah begitu berharap untuk bisa ikut berkunjung kesana. Tapi aku harus memendam jauh keinginanku itu. Ada faktor ketidakberuntungan yang sangat klasik yang membuat aku dianggap tidak pantas untuk berada disana. Hingga kemudian alam memberiku kesempatan yang tentunya tidak akan aku sia-siakan begitu saja. Ada spirit dan passion yang menyertaiku memasuki hutan itu untuk pertamakalinya. Meskipun beberapa teman yang aku temukan diperjalanan terlihat pulang dengan luka lebam dimana-mana. Mereka pun berkisah penuh dengan rasa cemas ....


Hutan tetap lah sebuah hutan. Betapa pun eloknya hutan itu tetap saja menyimpan kesumat penuh dendam. Jika kemudian aku terkesan begitu lamban dan sangat hati-hati tentunya lebih karena aku perlu benar-benar memahami hutan seperti apa yang tengah aku masuki. Aku perlu tahu siapa yang jadi singanya, siapa yang jadi macannya, siapa yang jadi gajahnya, siapa pula yang jadi monyet dan kancilnya. Salah-salah nanti aku mati konyol diterkam buaya hanya karena aku sok kenal sok dekat dengannya. Aku bisa saja langsung jadi mangsa ular piton hanya karena aku salah menempatkan diri sebagai musuhnya. Kenyataannya sekarang aku sedang berada disebuah hutan. So, welcome to the jungel, Nic!


Aku bersyukur telah ditempa waktu untuk bisa bertahan dalam banyak situasi. Aku juga berterima-kasih pada alam yang telah mendidikku jadi seorang petarung sejati. Pilihanku memang hanya bertahan atau kalah sebagai pecundang. Tentu saja aku tidak sedikit pun berminat pada pilihan kedua. Berulang kali aku harus tersesat. Berkali-kali pula aku harus tersungkur dan terjerembab. Tapi aku menikmati setiap persoalan yang terjadi karena aku telah diingatkan sejak lama bahwa kwalitas diri seseorang hanya bisa dinilai dari seberapa banyak persoalan yang bisa dilaluinya. Semakin banyak konflik, semakin banyak politik, semakin banyak intrik, semakin banyak peluang belajar untuk lebih baik. Aku tidak bisa seketika menjadi dekat dengan semua pihak yang merasa punya taring disana jika tidak diawali dengan persoalan. So, semakin banyak masalah justru membuat aku semakin bersemangat menjalani hidupku dihutan itu. Semakin banyak tantangan membuatku semakin menikmati hari-hariku dihutan itu. Bahkan terkadang aku berharap ada lagi auman harimau yang mengerikan saat aku bermanja-manja ditepian telaga. Aku berharap ada lagi lolongan srigala saat aku dininabobokan angin senja. Seekor babi hutan berpikir bisa menyerudukku dengan kekonyolannya ....


Jika kemudian ada teman-teman yang sedikit keheranan kenapa aku selalu bersikap gembira sementara lebam-lebam ditubuhku mulai terlihat nyata tentu bukan karena aku seorang yang mati rasa. Jika mereka tidak pernah menemukan aku terlihat gundah dan cemas akan begitu banyaknya bahaya disana tentu bukan karena sensitifitas aku yang kurang. Semua karena aku sedang menikmati hidup yang sebenarnya. Kenyataannya hidup tidak pernah menempatkan kita diposisi yang benar-benar aman. Kesenangan hanya akan membuat kita kehilangan naluri untuk bertahan. Menyadari adanya banyak bahaya justru akan membuat kita menjadi seorang yang lebih waspada. Tapi bukan berarti pula kita harus terkungkung oleh ketakutan-ketakutan yang tidak beralasan. Ketakutan itu hanya bahasa dari ketidakberdayaan. Bagiku ketakutan itu hanya urusan aku dan Tuhan. Hanya keputusan-Nya saja yang sempurna membuat aku menjadi seorang yang tidak berdaya. So, selagi aku masih berjalan atas restu-Nya bahkan setan paling menjijikan dari dasar neraka sekalipun tidak perlu aku takutkan. Hutan ini hanya lah media dimana hidupku harus berlangsung saat ini. Tapi hutan ini bukan lah satu-satunya media yang tersedia dijagad raya ini.


Aku pernah begitu merindukan hutan ini jadi sepantasnya aku menikmati setiap menit keberadaanku disini. Meskipun kelak hidupku bisa saja terserak keseluruh penjuru mata angin. Aku tetap lah seorang yang selalu berusaha menikmati hidup. Dalam setiap episode kehidupanku. Bahkan setiap menit yg telah berlalu. Bukankah masa lalu adalah sejarah? Sesuatu yang patut untuk dipelajari bukan untuk ditangisi. Wiseman said, Life’s too short to be worry. So, Enjoy aja kali!

Sabtu, 07 Februari 2009

IT'S TIME FOR LUNCH ....



Makan Siang Bernilai Ibadah


Aku memanggilnya Bang Rul. Usianya sekitar empat puluh sekian. Sehari-hari bekerja sebagai tukang kayu yang bekerja serabutan merenovasi rumah orang. Aku mengenalnya ketika ia bekerja selama hampir sebulan dirumah pamanku. Rencananya rumah yang baru saja dibeli dari pemilik lamanya itu akan segera disewakan. Agar tidak mengecewakan pamanku meminta Bang Rul merenovasi beberapa bagian serta memperbaiki sejumlah fasilitas yang mulai rusak. Sehari-hari aku disuruh mendiami rumah itu sekaligus membantu Bang Rul jika sewaktu-waktu ia membutuhkan sesuatu.


Berhubung rumah itu belum dilengkapi dengan perabotan dan perlengkapan rumah tangga lainnya maka aku terpaksa menikmati hidup dengan segala keterbatasan. Hanya ada dipan kecil untuk tempat tidurku dan sebuah televisi yang gambarnya mulai lari-lari. Tidak lupa pula dua benda yang selalu menjadi sahabat setiaku, play station dan notebook. Namun untuk urusan makan aku terpaksa harus menunggangi motor bututku kesebuah kedai nasi yang terletak hampir setengah kilo dari lokasi rumah pamanku itu.


Setiap minggu pamanku memberikan sejumlah uang untuk kebutuhan aku disana. Termasuk uang makanku dan uang makan Bang Rul. Semestinya aku memang membeli dua bungkus nasi setiap kali aku kekedai nasi itu. Tapi Bang Rul lebih memilih uang mentahnya saja karena sehari-hari ia sudah dibekali istrinya dengan rantangan dari rumah. Tentu saja itu bukan masalah. Mungkin itu caranya agar bisa lebih berhemat. Untuk Bang Rul yang hidup serba kekurangan itu uang senilai sepuluh ribu rupiah sehari itu sudah sangat berarti. Dengan uang itu ia bisa sekaligus memberi makan istri dan ketiga anaknya meskipun dengan lauk yang sangat sederhana.


Suatu saat aku menemukan bang Rul baru akan membuka rantangan makan siangnya setelah menjelang sore. Hampir dua setengah jam dari jadwal biasanya. Ketika aku tanya ia mengatakan kalau tadi ia harus mengerjakan beberapa bagian yang cukup sulit hingga ia memilih menyelesaikan dulu tugasnya itu baru beristirahat. Hal itu pun tentunya bisa dimaklumi. Namun aku sedikit terganggu ketika melihat isi rantangannya yang ternyata sudah mulai basah. Nasi dari beras murah itu tampak sudah berair. Dua potong terung dan sepotong telur itu pun sudah tidak lagi terlihat gurih. Tapi dia tetap bersemangat hendak menyantap makanan dingin itu. Terbujuk oleh rasa kasihan aku menawarkan untuk membelikannya nasi bungkus saja tanpa mengurangi uangnya hari itu. Aku rasa tidak ada salahnya juga sesekali ia menikmati makanan yang sedikit lebih baik. Tapi Bang Rul berkeras menolak tawaranku itu. Ia tetap saja menyantap makanan dinginnya dengan lahap.

Usai makan kami pun terlibat obrolan sambil menikmati sisa kopi dan asap rokok. Saat itu lah aku belajar banyak tentang sesuatu yang sebelumnya aku tidak tahu dari seorang tukang kayu sederhana bernama Bang Rul itu. Ia mengatakan bahwa istrinya biasa bangun dipagi buta untuk menanak nasi dan memasak lauk-pauk. Istrinya telah meninggalkan kenikmatan tidur malamnya demi mempersiapkan bekal untuknya bekerja. Tidak jarang ia menemukan istrinya tengah berusaha keras menahan kantuk demi melaksanakan kewajibannya itu. Bang Rul percaya bahwa istrinya melakukan semua itu dengan tulus dan ikhlas. Bang Rul juga yakin bahwa setiap butir nasi yang ditanak istrinya itu akan menjadi persembahan yang mulia dimata TUHAN. Sama mulianya dengan setiap titik keringat yang ia teteskan selama melakukan pekerjaannya sehari-hari.


Jadi demikianlah alasannya kenapa Bang Rul tidak pernah mau menyia-nyiakan bekal yang telah dipersiapkan istrinya itu. Ia berharap dengan menikmati bekal makanan buatan istrinya itu maka ibadah istrinya akan jadi bekal dihari hisab nanti. Diam-diam aku merasa begitu terharu mendengar penuturan lelaki paruh baya itu. Betapa cinta kasih diantara mereka begitu agung dan indah. Bahkan dalam kesederhanaan hidup yang demikian mereka masih saling membekali. Sesuatu yang mungkin mulai jarang kita lakukan ditengah pola dan gaya hidup serba praktis seperti sekarang ini. Dalam hati aku berharap jika kelak tiba masanya aku dan siapapun yang kelak beruntung jadi istriku bisa berbuat sama mulianya seperti apa yang mereka lakukan. Mungkin tidak tiap hari tapi mudah-mudahan selalu ada waktu untuk itu. Semoga TUHAN selalu mengingatkanku .... Insya Allah!



Early Februari 2009


Jumat, 06 Februari 2009

BLUE JANUARY ....




Selamat Ulang Tahun ....

Oleh : Nico Surya



Mereka berteriak memanggilku diambang pintu. Tapi aku hanya menimpali dengan sedikit senyuman. Entah panggilan keberapa sejak mereka berkerumun dilobby kantor. Hanya saja aku memang sedang tidak berselera untuk ikut dalam hiruk-pikuk itu. Mereka adalah teman-teman sekantorku. Kebanyakkan mereka dari bagian administrasi kantor. Meskipun jumlahnya sangat kecil dibanding jumlah seluruh karyawan yang mencapai ratusan orang. Namun kegaduhan yang mereka ciptakan cukup mengganggu kenyamanan suasana kerja dikantor kami. Maklum, sebagian besar diantara mereka adalah karyawan perempuan. Kesempatan berkumpul dalam satu momment khusus seperti itu selalu menjadi ajang yang menarik untuk melampiaskan hasrat mereka berbagi cerita. Ya, meskipun sebenarnya tidak banyak diantara apa yang mereka bicarakan itu yang memang penting untuk dibicarakan ....


Kegaduhan itu memang mengganggu. Tapi aku yakin siapapun dikantor itu akan mencoba untuk memakluminya. Para perusuh itu berkumpul dilobby kantor memang untuk sesuatu yang baik. Mereka tengah mempersiapkan sebuah kejutan kecil untuk merayakan ulang tahun Bos yang memang jatuh pada hari itu. Mereka bahkan sudah mempersiapkan sebuah kue tar cantik yang mereka beli dari hasil patungan. Selang beberapa menit kemudian salah-satu diantara mereka yang merupakan sekretaris Bos setengah berteriak menyuruh mereka untuk bersiap-siap. Suasana gaduh tadi pun seketika senyap. Semua mata tertuju pada pintu kaca yang membatasi mereka dari dunia luar. Samar-samar terlihat mobil Bos sudah berhenti diparkiran. Wanita muda awal tiga puluhan itu turun dan melangkah tenang mendekati mereka. Seperti yang sudah direncanakan, ketika beliau membuka pintu semuanya langsung berteriak riuh mengucapkan selamat ulang tahun. Selanjutnya ritual umum setiap perayaan ulang tahun pun berlangsung seperti menyanyikan lagu selamat ulang tahun, tiup lilin, potong kue, cipika-cipiki, dan seterusnya .....


Aku memandangi cuplikan singkat fragmentasi kehidupan itu dari balik kaca jendela ruanganku. Mungkin teman-teman agak menyesalkan sikapku tidak bergabung dengan mereka ketika itu. Tapi aku merasa ada dan tidak ada diriku disana tidak akan merubah apa-apa. Kegembiraan itu tetap berlangsung seperti yang mereka harapkan. Demikian lah cara mereka memaknai satu hari istimewa yang disebut dengan hari ulang tahun. Dan aku memiliki caraku sendiri memaknainya ....


Selang sehari sebelum peristiwa itu, teman-teman bersorak mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Ya, aku memang berulang-tahun sehari lebih awal dari Ibu Pimpinan kami yang terhormat itu. Aku juga berulang tahun untuk usia yang sama. Tapi aku tidak terlalu menggubris keramaian itu. Aku hanya menanggapi secukupnya saja. Pun ketika mereka mulai rewel minta traktiran. Ah, rasanya itu bukan tradisiku. Tentu saja aku juga ingin punya tradisi baik seperti itu. Berbagi kebahagiaan dengan orang-orang disekitar kita tentunya akan sangat menyenangkan. Setidaknya kita bisa memiliki sesuatu untuk selalu dikenang. Hanya saja dalam banyak hal aku hidup dengan pilihan-pilihan yang sulit. Hingga bagiku memiliki kenangan yang indah itu bukanlah sesuatu yang benar-benar penting. Cukuplah saja hidupku berjalan seperti apa adanya. Seperti mozaik yang tak berbentuk dan tak berwarna. Sulit menemukan tempat yang tepat untuk memajang mozaik itu sebagai pemanis ruangan. Mungkin akan lebih baik aku simpan sendiri diruanganku yang paling pribadi sebagai prasasti bisu akan eksistensiku selama ini.


Aku lebih suka menikmati hari ulang tahunku sendiri. Mungkin memang demikianlah tradisi yang aku miliki. Aku sudah tidak ingat lagi kapan ulang tahunku dirayakan seperti apa yang biasa dilakukan banyak orang. Tapi bagiku itu sudah tidak lagi penting. Bagiku yang paling penting sekarang adalah bagaimana bisa mememukan diriku yang sejati. Karena aku percaya bahwa setiap kita dilahirkan kedunia dibekali dengan kekayaan yang cukup untuk menjalani hidup. Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya umur seberapa banyak kiranya kekayaan itu dapat kita temukan? Mungkin tidak banyak. Mungkin masih belum cukup banyak. Mungkin memang banyak.


Hari-hari terus berganti. Berlalu begitu saja menjadi sejarah. Tanpa terasa telah cukup jauh jalan yang telah kutempuh. Beratus-ratus musim pun telah aku lewati. Jejak-jejakku berbaris panjang dimasa lalu. Mengisi ruang waktu yang tak mungkin lagi akan kembali. Betapa usia menjadi rahasia semesta yang tidak akan pernah ada jawabnya. Sementara kita masih bergumul dengan begitu banyak tuntutan, tanggung jawab, keinginan dan impian akan masa depan yang lebih baik. Hidup adalah nyata. Persoalan menjadi bagiannya. Setiap pagi kita terbangun dari tidur malam yang lelap dan menemukan hari baru dengan begitu banyak persoalannya. Sebagian besar akan tetap menjadi persoalan bahkan setelah hari itu berakhir dan kita kembali lelap dalam mimpi.


Sesungguhnya persoalan-persoalan yang terus berdatangan memberi kita peluang untuk mengenal hidup lebih jauh. Memberi kita kesempatan untuk menggali potensi kita lebih dalam. Tapi sayangnya kita cenderung untuk selalu ingin aman dan sebisa mungkin menghindar dari persoalan. Celakanya lagi kita malah lebih suka membuat-buat sendiri persoalan daripada menyelesaikan persoalan yang kita temukan. Hingga kemudian kita harus tersesat berkali-kali dikesalahan yang sama. Lalu kita menyalahkan nasib, menyalahkan alam, menyalahkan dunia, menyalahkan semua orang disekitar kita. Tapi kita masih saja enggan untuk belajar. Maka demikian lah kenapa TUHAN mengingatkan betapa sesungguh waktu memiliki kekuasaannya sendiri sementara manusia hidup dengan sangat merugi. Kecuali mereka yang saling mengingatkan tentang kebaikan dan kesabaran ....


Dan diruang sempit kesendirianku, saat malam memagut dunia dengan kegelapannya, membuai manusia dalam impian yang tak bernyawa, desau angin membawa titik-titik embun menyentuh pucuk dedaunan, berkilau tertimpa cahaya bulan muda, ketika itu aku merasakan dunia begitu sempurna indahnya. Aku seperti menyaksikan sekelompok malaikat turun dari bintang yang tertinggi. Mengendarai kuda sembrani berwarna putih bersih seperti perak mulia. Sayapnya terkembang luas berbulu lembut laksana sutra. Dan para malaikat itu, mengenakan baju ihram yang terbuat dari cahaya. Menyebabkan langit jadi terang benderang seketika. Mereka turun tepat didepanku. Seakan berebutan ingin mengusap wajahku. Terasa begitu hangat dan lembut. Satu persatu mereka berkata, “ Selamat ulang tahun, Nico! Hidup ini anugerah. Nikmatilah dengan cara yang kamu yakini. Sebagai dirimu sendiri. Sebagai manusia yang tidak merugi. Hingga saatnya kelak waktu menghantarmu kembali ke Pemilikmu yang sejati ..... “

Amien Ya Rab .......


In the end of January


Selasa, 27 Januari 2009

LOVE is BLIND .....




SEPENGGAL KISAH TENTANG CINTA



Baiklah, sekarang aku akan bercerita tentang cinta. Sebenarnya cinta sama-sekali bukan topik kesukaanku tapi kenyataannya cinta selalu saja jadi pusat perhatian banyak orang disekitarku. Setiap hari selalu saja ada yang bertingkah aneh hanya karena dia sedang jatuh cinta atau justru sedang patah hati. Keanehan ini memang milik kita semua. Rasanya tidak ada manusia yang luput dari keanehan yang disebabkan oleh virus cinta itu. Bahkan keanehan itu telah berawal sejak berjuta-juta tahun yang silam ketika leluhur kita Adam dan Hawa masih bersemayam disyorga keabadian. Betapa dekatnya rasa cinta dengan hasrat yang membutakan hingga mudah pula dicederai oleh kehendak syetan yang terkutuk ....



Cinta adalah bagian dari sejarah kehidupan manusia yang paling tua. Konon cinta bahkan jadi penyebab terjadinya pembunuhan pertama didunia. Sekali lagi sejarah membuktikan bahwa cinta adalah sarana paling efisien dan efektif bagi syetan memperdayai manusia. Karena cinta sendiri sudah begitu membutakan hingga syetan hanya perlu sedikit dorongan saja untuk menjungkir-balikkan kita kedalam jurang penyesalan. Bahkan kadang-kadang sudah sangat terlambat untuk menyesal ...

Betapapun pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, yang membawa manusia pada peradaban yang sangat mutakhir, tetap saja cinta menjadi momok yang sama saja hebatnya dari masa kemasa. Sejak kisah cinta masih didendangkan dalam kidung penghantar tidur, ditayangkan pada layar hitam-putih yang bisu hingga kini bisa diakses dengan sangat pribadi, cinta selalu tampil dengan dua wajah yang saling melengkapi. Satu wajah yang selama ini kita puja adalah wajah kebahagiaan dan penuh kasih, satunya lagi adalah wajah muram dengan segala perjuangan, penderitaan dan pengorbanan yang bahkan tidak jarang berakhir dengan kematian. Hanya sedetik setelah cinta itu menyentuh bagian paling sensitif dibatin kita maka selanjutnya kita akan dihadapkan pada dua wajah kemungkinan itu. Wajah bahagia atau wajah duka lara. Pada dua wajah itu ada bayangan Syetan yang hampir-hampir tidak terlihat. Demikian lah kenapa saat kita hanyut dalam kebahagiaan cinta peluang kita terjerumus pada kesalahan itu justru semakin lebar menganga. Demikian pula saat pengorbanan dan penderitaan cinta membuat kita remuk dan putus asa .....



Jatuh cinta selalu menjadi pengalaman hidup yang sangat menakjubkan. Ketika segala sesuatunya terasa begitu nyaman dan menyenangkan. Apapun yang ada disekitar kita seakan terpusat hanya pada cinta yang kita rasakan. Bahkan jika ada topan badai datang memporak-porandakan dunia tetap saja kita melihatnya sebagai bagian drama percintaan yang romantis dan penuh pesona yang harus kita jalani dengan penuh suka-cita. Kekonyolan itu benar-benar sangat membahagiakan. Kita tidak peduli lagi dengan apapun. Sejuta malaikat pun turun untuk menyelamatkan kita tetap saja kita merasa lebih tertarik pada syetan dengan segala tipu dayanya.

Sebenarnya rumus cinta itu sangat lah sederhana. Jika kita berani untuk jatuh cinta maka seharusnya kita berani menanggung semua resikonya. Kita harus berani untuk jatuh-bangun memperjuangkannya, kita harus berani untuk menanggung rindu yang menggelora, kita harus berani menahan rasa cemburu yang menyesakkan dada, kita harus berani merasakan patah hati yang pedih dan bersimbah luka. Ada pun demikian, kenyataannya, meskipun kita sadar sesadar-sadarnya akan semua resiko itu namun tetap saja kita tidak pernah cukup siap untuk menerima semua kenyataan pahit dibalik gemerlap cinta yang melenakan itu.



Tidak terbayangkan betapa remuknya kita, saat terbuai dalam asmara, melayang-layang diangkasanya, tiba-tiba kemudian tersentak jatuh, terhempas dan mendapati sekujur tubuh kita seakan lumpuh tidak berdaya. Otak dan hati kita yang semula seperti taman bunga beraneka warna seketika memerah pekat oleh darah kesengsaraan. Kita menyesal tapi penyesalan yang sia-sia. Kita merasa seakan menjadi orang yang paling sial tapi kesialan itu toh juga karena kecerobohan kita. Kita berpikir seakan-akan dunia beserta seluruh isinya sedang berkonspirasi hendak menyingkirkan kita .... heh ....



Pertanyaannya, seburuk itukah cinta? Ya, seburuk itu lah cinta. Jika kita menikmatinya secara berlebihan. Kecenderungan kita yang sedang kasmaran adalah selalu berlebihan. Mengada-ada. Berfantasi dan berimajinasi melintas batas seharusnya. Bahwa cinta ini adalah segala-galanya. Bahwa cinta ini akan abadi hingga maut memisahkan kita. Bahwa tanpa cinta ini hidup kita tidak lagi ada artinya. Bahwa demi cinta ini kita akan mengorbankan apapun juga. Dan kita semakin larut dinina-bobokan lagu-lagu cinta, cerita-cerita cinta, filem-filem cinta, segala omong-kosong yang justru membuat cinta itu semakin menampakkan sisi buruknya. Tapi tetap saja kita tidak menyadarinya ....

Pada akhirnya aku ingin mengatakan bahwa sesungguhnya benar pesan yang telah sampai kepada kita bahwa cinta adalah anugerah. Cinta adalah persembahan dari syorga sebagai hadiah atas keikhlasan manusia menjalani takdirnya didunia. Cinta adalah prasyarat untuk menjadikan kita sebagai manusia yang lebih arif, lebih bijak dan lebih dewasa. Cinta adalah cahaya yang akan menerangi langkah kita dalam perjalanan menuju masa depan yang lebih baik. Cinta adalah kekayaan hidup yang tiada tara. Hanya jika cinta dapat kita jalani dengan tulus, ikhlas dan penuh rasa syukur. Tanpa harus mengada-ada, tanpa harus berlebih-lebihan. Karena TUHAN telah mengingatkan kita betapa DIA sangat membenci umat yang melampaui batas ....



medio januari 2009

Rabu, 14 Januari 2009

PARADOKS DUNIA





Save My Breakfast, Please!


Sepertinya kebiasaan itu belum hilang. Setiap pagi aku masuk kantor dan menyambar koran yang tersedia dimeja depan. Selalu ada yang harus aku tahu tentang apa saja yang telah, tengah dan akan terjadi sebelum pagi itu benar-benar berlalu. Sebagai seorang pekerja media rasanya menyedihkan sekali jika aku sampai luput mengetahui apa yang ternyata sudah diketahui oleh orang banyak. So, aku senang aku masih memiliki kebiasaan yang aku rasa baik itu. Bahkan setelah menyeduh kopi panas kesukaanku dan menikmati sebatang rokok biasanya aku akan melanjutkan rasa ingin tahuku dengan browsing disitus-situs berita internet. Sambil sesekali mengecek email atau forum komunitas atau jejaring sosial yang aku ikuti. Pagiku selalu jadi seperti itu. Dan aku sangat menikmatinya. Hingga kemudian berita-berita itu bermunculan dan terus saja hadir merusak suasana pagiku ...


Berawal dari rasa prihatin, simpatik dan iba namun akhirnya larut pada gelora perasaan yang tidak tentu arah. Kadang ingin marah, kadang ingin menangis, kadang ingin berteriak, memaki, mengutuk, menghujat namun selalu berakhir pada rasa pesimis yang dalam. Betapa hidup tidak lagi memiliki makna yang sejati. Betapa dunia sudah kehilangan nilai yang luhur. Sepertinya kita sedang bergerak cepat menuju kehancuran dan kita tidak memiliki daya upaya apa-apa untuk dapat menahan apalagi menghentikannya. Kita hanya bisa menyaksikan semua peristiwa yang terjadi dengan perasaan yang beragam. Bahwa kita telah diingatkan akan datangnya akhir dari kehidupan dan semua pertanda alam telah mengisyaratkan apa yang telah dinubuatkan sejak zamannya para Nabi namun kita seakan tercerabut dari semua kemuliaan itu karena fitnah dunia yang begitu utuh dan nyaris sempurna. Apakah Dajjal sudah bersama-sama kita? Apakah Anti Cristhus sudah dalam perjalannya? Apakah Lucifer tengah duduk bersenda gurau diberanda dunia tanpa pernah kita duga kehadirannya?


Timur tengah membara. Konflik israel-palestina sebagai masalah keamanan dunia yang paling krusial disepanjang abad modern ini seakan memasuki babak baru yang justru semakin seru. Israel dengan segala kepongahan dan ketamakannya kembali melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap para pejuang palestina. Bakat bengal mereka yang sudah ada sejak jaman dahulu kala kembali dipertunjukkan dengan penuh rasa bangga. Mereka membunuhi semua pejuang palestina yang masih berusia muda yang hanya bersenjatakan roket, mortir dan pelempar granat dengan senjata-senjata militer canggih yang mereka punya. Mereka bahkan terbukti menggunakan senjata biologi pemusnah massal yang penggunaannya dilarang secara internasional. Tapi siapa yang bisa melarang mereka? Pun ketika mereka membunuhi ratusan wanita dan anak-anak yang tidak berdosa serta melukai ribuan penduduk sipil lainnya bahkan menahan-nahan semua bantuan kemanusiaan yang akan memasuki Gaza. Siapa yang bisa melarang mereka? Semakin hari mereka semakin berani. Tidak saja membantai manusia-manusia yang ada tapi mereka juga merusak apa saja yang mereka temukan. Tidak peduli jika itu kantor, toko, supermarket, sekolah, tempat ibadah, rumah sakit, tempat perlindungan pengungsi, petugas sosial PBB atau bahkan jurnalis. Satu persatu menjadi korban untuk melengkapi statistik kebiadaban mereka. Apapun alasannya, apa pun latar-belakangnya, kekacauan yang mereka lakukan ini sama-sekali tidak bisa dijustifikasi. Mereka telah menempatkan diri mereka sedikit lebih baik dari Iblis yang telah ditakdirkan azab neraka keabadian.


Sebagai seorang muslim isu tentang kesengsaraan dan penderitaan saudara-saudara diPalestina selalu melukai perasaanku yang terdalam. Perlakuan yang tidak pernah adil dan tidak pernah manusiawi yang selama ini harus mereka terima selalu menggores ulu hatiku hingga nyerinya kadang sulit untuk ditahankan. Tapi memang demikian lah takdir dunia diciptakan. Bahwa akhirnya manusia hidup dengan logika yang carut-marut dan naluri yang kusut. Bahwa manusia lebih memuja nilai-nilai yang mereka ciptakan sendiri dari otak mereka yang tidak seberapa dan keterbatasan-keterbatasan mereka sebagai manusia daripada nilai-nilai luhur yang telah diturunkan Sang Pencipta. Bahwa Demokrasi adalah segala-galanya. Bahkan untuk menegakkan demokrasi yang mereka inginkan mereka mau melakukan tindakan-tindakan yang tidak demokratis. Bahwa Hak Asasi Manusia adalah segala-galanya. Bahkan untuk menegakkan Hak Asasi Manusia mereka mau menghalalkan segala cara bahkan dengan mengangkangi Hak Asasi Manusia lainnya. Fitnah dunia begitu utuh dan nyaris sempurna. Sementara kita masih tetap dirajam perasaan duka tanpa mampu berbuat apa-apa untuk menghentikannya ....


Aku setuju bahwa konflik berdarah-darah yang terjadi di Palestina itu bukan semata-mata masalah agama. Tapi itu sebuah tragedi kemanusiaan yang amat sangat menggenaskan. Menunjukkan betapa kepongahan manusia-manusia yang selalu merasa cukup pintar untuk mengurus dunia ternyata tidak pernah berhasil dan mungkin tidak akan pernah berhasil sampai kapan pun juga. Manusia telah gagal memperbaiki peradabannya. Selama bangsa bengal itu masih ada. Selama mereka masih eksist. Selama itu dunia tidak akan menemukan kedamaiannya. Telah beratus-ratus Nabi diturunkan ditengah-tengah mereka namun mereka selalu membangkang dan berbuat zalim. Bahkan mereka menyebabkan Isa al Masih harus mengalami siksaan yang begitu berat dan pedih dikayu penyalipannya hingga disisa-sisa nafasnya beliau hanya bisa berkata, Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang telah mereka lakukan .....


Pagi tadi adalah rangkaian pagi kesekian yang terasa tidak lagi nyaman. Aku mendapati berita bahwa sudah seribu lebih manusia yang meregang nyawa hanya dalam waktu yang begitu singkat. Ribuan lainnya tengah bergelut dengan maut karena luka-luka yang mereka derita. Sementara jutaan penduduk sipil lainnya hidup dalam tekanan yang sangat hebat seakan menunggu waktu ada bom yang meledak dikepala mereka atau peluru tajam yang menembus jantung mereka. Ya, Tuhan ... ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan ..... Jika pun Engkau tidak mengampuni mereka maka aku akan sangat bisa memahaminya!




Medio January 2009